Sabtu, 14 Februari 2009

Bab 1. Genetika Dasar

Bab ini memberikan tinjauan tentang genetika dasar. Ini terfokus pada prinsip-prinsip umum mengenai genetika yang terjadi pada hewan normal yang sehat. Pengecualian atau penyimpangan dari prinsip-prinsip ini seringkali merupakan landasan tentang penyakit-penyakit keturunan, yang akan didiskusikan pada bab-bab berikutnya.


Kromosom

Jika biak sel darah putih yang membelah dengan cepat diperlakukan dengan alkaloid kolkisin (yang menghentikan pembelahan sel), dan sel tersebut kemudian diwarnai dan dilihat di bawah mikroskop cahaya, struktur yang disebut kromosom menjadi dapat dilihat secara jelas. Kromosom tersebut tersebar secara acak dalam kelompok-kelompok, dan setiap kelompok mengandung semua kromosom yang hanya berasal dari satu sel. Area genetika yang terkait erat dengan kromosom dinamakan sitogenetika.

Untuk mempelajari kromosom secara lebih mendalam, sekelompok kromosom dipilih dan difoto untuk diperoleh gambarnya, seperti ditunjukkan hasilnya pada Gambar 1.1a. Tiap unit pada gambar tersebut terdiri atas dua struktur seperti batang yang digabung bersama pada satu titik sempit. Tiap struktur seperti batang itu adalah kromatid, dan penyempitan tersebut adalah sentromer. Dua kromatid yang digabung pada sentromer baru saja terbentuk dari satu kromosom asli. Jika pembelahan sel tadi dibiarkan terus berlangsung, sentromer akan memisah dan masing-masing kromatid yang terpisah kemudian dinamakan kromosom baru. Untuk lebih mudahnya, kita bicara tentang tiap pasang kromatid yang digabung pada sentromernya sebagai satu kromosom, yang sebenarnya merupakan kromosom yang baru saja menimbulkannya.

Dari hasil cetakan fotograf, semua kromosom dipotong secara individual dengan gunting, dan selanjutnya diatur secara berurutan berdasarkan ukurannya pada selembar kertas. Pengaturan semacam ini memberikan suatu gambaran komplemen kromosom secara lengkap atau kariotipe dari satu sel (Gambar 1.1b). Apabila pengaturan kromosom seperti di atas dilakukan pada banyak individu sehat yang normal dari kedua jenis kelamin spesies mamalia atau burung, maka terdapat dua fakta yang jelas: tiap spesies mempunyai kariotipe yang khas, dan dalam setiap spesies, setiap jenis kelamin mempunyai kariotipe yang khas.

Kariotipe dari spesies yang berbeda mempunyai bentuk, ukuran dan jumlah kromosom yang berbeda juga. Pada setiap spesies, semua kromosom dalam sel selalu berpasangan. Pada individu-individu dari satu jenis kelamin tertentu, kedua kromosom dari setiap pasangan mempunyai bentuk dan ukuran yang sama. Pada jenis kelamin yang lain, semua kromosom juga selalu berpasangan, tetapi ada satu pasang kromosom terdiri dari dua kromosom yang bentuk dan ukurannya berbeda. Pada sepasang kromosom ini, satu kromosom mempunyai bentuk dan ukuran sama seperti salah satu pasang kromosom pada jenis kelamin yang disebutkan pertama.
Perbedaan kariotipe antara dua jenis kelamin tersebut merupakan kunci untuk penentuan jenis kelamin. Pada mamalia, sepasang kromosom yang bentuk dan ukurannya berbeda terdapat pada jantan, dan disebut kromosom X dan Y. Satu dari semua pasangan kromosom dalam sel mamalia betina, terdiri dari dua kromosom X. Jadi pada mamalia, individu jantan adalah XY dan individu betina adalah XX. Kromosom X dan Y dikenal sebagai kromosom kelamin. Pada burung, kromosom kelamin mempunyai nama yang berbeda, dan berkaitan dengan jenis kelamin, penamaannya berlawanan dengan mamalia: dimana burung jantan adalah ZZ dan burung betina adalah ZW. Untuk memudahkan pemahaman, kita akan menggunakan sistem penamaan pada mamalia dalam diskusi-diskusi berikutnya, walaupun semua pernyataan dapat digunakan pada burung jika penamaan jenis kelaminnya dibalik.

Kromosom selain kromosom kelamin dinamakan autosom. Pada setiap spesies, jantan dan betina mempunyai satu set autosom yang sama, dalam bentuk berpasangan. Kromosom kelamin dan autosom yang secara bersama-sama terdapat dalam satu sel disebut genom, yang merupakan total set kromosom dalam satu sel. Genom yang terdiri dari pasangan-pasangan kromosom dikatakan diploid, dan dua kromosom dalam setiap pasangan dinamakan homolog. Untuk menekankan bahwa kromosom-kromosom tersebut selalu berpasangan, jumlah total kromosom dikatakan sebagai 2n, dimana n adalah jumlah pasangan. Sebagai contoh, jumlah kromosom kariotipe yang diilustrasikan pada Gambar 1.2 adalah 2n = 38. Agar dapat mengidentifikasi setiap pasang kromosom dalam satu kariotipe, pasangan-pasangan autosom diberi label sesuai dengan aturan main yang telah disetujui secara internasional, seperti dapat dilihat pada Gambar 1.1b. Dua kromosom kelamin biasanya ditempatkan pada urutan terakhir.

INSERT GAMBAR 1.1.

Gambar 1.1. (a) Kromosom kucing jantan, sebagaimana dilihat melalui mikroskop cahaya. (b) Kariotipe kucing jantan, sebagaimana diperoleh dengan penataan kembali potongan kromosom secara individu dari cetakan fotografi kromosom (a).


Untuk menjelaskan kariotipe secara lebih lengkap, kromosom seringkali dikelompokkan menurut apakah sentromer berada pada satu ujungnya (akrosentrik), lebih dekat ke satu ujung daripada ujung lainnya (sub-metasentrik) atau di tengah (metasentrik). Pada buku ini, kita akan mengikuti kebiasaan praktis dalam menggunakan metasentrik untuk mencakup baik metasentrik maupun sub-metasentrik. Tangan pendek dari tiap kromosom diberi simbul p (petite = small = kecil), dan tangan panjang diberi simbul q. (Jika sentromer berada di tengah kromosom, simbul dari tangan yang mana yang disebut p adalah bersifat bebas (arbitrary), tetapi disetujui oleh konvensi internasional, untuk kromosom akrosentrik, misalnya autosom sapi, tidak perlu membedakan antar tangan, dan tidak juga p atau q yang digunakan.) Penjelasan ringkas tentang kariotipe dari hewan domestik disajikan pada Tabel 1.1. Kariotipe burung berbeda dengan kariotipe mamalian, karena selain beberapa autosom berukuran besar, mereka memiliki banyak autosom berukuran sangat kecil yang dinamakan mikrokromosom.


INSERT TABEL 1.1.


Pemitaan

Ketika kariotipe pertama kali ditemukan, pasangan individu kromosom dapat diidentifikasi hanya berdasarkan ukuran dan bentuknya. Sejak itu, berbagai metode pewarnaan kromosom telah dikembangkan, yang memunculkan wilayah terang dan gelap yang dinamakan pita. Tipe utama pita tersebut secara luas diklasifikasikan sebagai G, Q, R, C, T, dan N.

Sebagai contoh pemitaan, pita-G sapi diilustrasikan pada Gambar 1.2. Karena posisi, lebar, dan jumlah pita biasanya berbeda untuk setiap pasang kromosom, tiap pasangan kromosom dapat diidentifikasi oleh pola pitanya. Dengan mempelajari banyak sel yang diperlakukan dengan cara yang sama, dimungkinkan menggambar idiogram, yang merupakan pencerminan dari pola pita yang khas untuk tiap pasang kromosom. Pita pita tersebut secara unik diidentifikasi menurut suatu konvensi yang dikenal sebagai the International System for Cytogenetic Nomenclature of Domestic Animals (ISCNDA). Tiap tangan dibagi menjadi sejumlah kecil wilayah yang diberi nomor secara berurutan mulai dari sentromer. Kemudian, pada tiap wilayah, pita-pita tersebut diberi nomor secara berurutan mulai yang terdekat dengan sentromer. Misalnya, pita ke dua pada wilayah ke tiga dari kromosom 1 pada sapi diberi simbul 132, sedangkan pita ke dua pada wilayah ke empat dari tangan panjang kromosom X adalah Xq42. Idiogram ISCNDA untuk sapi diilustrasikan pada Gambar 1.3. Kariotipe berpita dari spesies domestik diilustrasikan pada Lampiran 1.1.


INSERT GAMBAR 1.2 dan GAMBAR 1.3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar