Minggu, 08 Maret 2009

KOMPENSASI

Istilah kompensasi menjadi sering disebut seiring dengan maraknya kasus flu burung di Indonesia. Kompensasi dalam konteks ini merupakan penggantian unggas yang didepopulasi dengan sejumlah uang. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Peternakan No.21055/Kpts/KU.510/F/04/2008, hanya peternak yang memiliki unggas sampai dengan 500 ekor yang memperoleh kompensasi. Unggas (ayam, itik, entog, burung hias, dan sejenisnya) yang terinfeksi virus avian influenza atau yang masih sehat akan diganti dengan uang apabila didepopulasi menurut justifikasi dokter hewan berwenang atas nama pemerintah.

Ada beberapa kelemahan yang muncul dalam implementasi skema kompensasi berdasar peraturan tersebut di atas. Pertama, hanya ada dua pihak saja yang terlibat dalam skema kompensasi yaitu pemerintah sebagai penyandang/pemberi kompensasi dan peternak sebagai pemilik unggas/ penerima kompensasi. Kedua, proses birokrasi dalam pengambilan keputusan untuk menentukan calon penerima kompensasi dan jumlah unggas yang dikompensasi memerlukan waktu lama. Ketiga, proses pencairan dana pemerintah kepada penerima kompensasi juga memerlukan waktu yang panjang. Ini memang sudah aturan sebagai konsekuensi penggunaan dana publik. Keempat, skema kompensasi ini hanya sebatas kegiatan penggantian dana dari pemerintah kepada peternak berskala kecil. Tidak lebih dari itu. Kelima, pola pemberian dana seperti itu kurang mendidik dan mungkin tidak memberi dampak signifikan bagi perkembangan usaha perunggasan di Indonesia.

Beberapa kelemahan itu memungkinkan penerapan kompensasi di Indonesia tidak berjalan secara optimal. Peternak yang memiliki unggas lebih dari 500 ekor tentu keberatan. Apabila dana kompensasi per ekor unggas yang diberikan oleh pemerintah nilainya lebih tinggi daripada harga unggas tersebut bila dijual, ada upaya peternak untuk membuat unggasnya terinfeksi virus sehingga harus didepopulasi dengan harapan mendapat uang kompensasi. Belum lagi adanya salah sasaran dalam pemberian dana kompensasi serta kebocoran dana di sana sini. Oleh karena itu, perlu dirancang skema kompensasi yang lebih baik dan lebih berdaya guna.

Salah satu skema yang saya usulkan di sini adalah skema yang melibatkan pemerintah, industri peternakan, lembaga independen, dan semua peternak atau pelaku usaha peternakan. Kompensasi di sini juga tidak hanya terkait dengan unggas dan virus AI saja tetapi untuk semua ternak. Kejadian AI di Indonesia harus dijadikan pelajaran berharga untuk merestrukturisasi atau menata industri peternakan di Indonesia, salah satunya melalui mekanisme kompensasi ini.

Dalam skema ini, industri peternakan sebagai pemilik modal, teknologi, dan manajemen profesional mengalokasikan sebagian dananya dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) untuk membantu meningkatkan keterampilan peternak atau pelaku usaha peternakan. Penggunaan dana CSR untuk kegiatan ini idealnya dikerjasamakan dengan lembaga independen (misalnya perguruan tinggi). Dengan adanya tiga pihak (industri, peternak, dan lembaga independen), tingkat keberhasilan dalam bekerjasama jauh lebih tinggi karena ada mekanisme saling mendukung dan saling mengawasi.

Sebagai bentuk kompensasi atas penggunaan dana CSR dari kalangan industri, pemerintah harus mengalokasikan dananya untuk membangun infrastruktur publik yang berdampak secara langsung bagi perkembangan industri peternakan dan secara tidak langsung bagi masyarakat luas. Kompensasi juga dapat diwujudkan dalam bentuk insentif pajak atau stimulus lainnya. Untuk menjamin bahwa pihak pemerintah maupun pihak industri peternakan mengalokasikan dananya masing-masing dalam skema kompensasi ini, kedua belah pihak harus bersepakat dalam suatu perjanjian yang diikat secara hukum. Lembaga independen dapat pula dilibatkan sebagai saksi atau pengawas dalam kesepakatan tersebut.

Melalui skema kompensasi seperti itu, penggunaan dana industri dalam bentuk CSR bagi peternak akan tidak berbelit-belit. Peternak dan pelaku usaha di bidang peternakan juga akan lebih terampil dan profesional karena mendapat pelatihan atau supervisi dari pihak yang kompeten. Dana pemerintah juga digunakan sebagaimana mestinya karena untuk pembangunan infrastruktur bagi kepentingan publik. Infrastruktur ini tentunya akan sangat membantu industri peternakan dan peternak meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam bisnis peternakan. Dengan demikian, harga produk peternakan juga diharapkan akan lebih murah.

Semua pihak akan diuntungkan dan masyarakat luas pun akan menikmati produk ternak yang lebih sehat, lebih bersih, dan lebih terjangkau harganya. Akibatnya masyarakat juga akan semakin cerdas karena asupan konsumsi protein hewaninya lebih banyak.

Muladno
Guru Besar Pemuliaan dan Genetika Ternak FAPET IPB
Koordinator Bidang Perencanaan dan Pengembangan KOMNAS FBPI

2 komentar:

  1. Kabar untuk pencinta Game android
    Bulan ini adalah Bulan special Terliris Game baru Action Mobile
    untuk download dan mendapatkan Aplikasinya silahkan klik link ini

    Http://bit.do/game-tebaru

    BalasHapus
  2. Hallo Semua kami dari SUKAHOKI88.COM
    Agent Judi Online Terpecaya se-Indonesiaaa!!!

    Kami menyediakan berbagai pilihan permainan yaitu :
    - Slot game
    - Casino Online
    - Taruhan bola
    - Tembak Ikan

    Ayo raih puluhan sampai ratusan juta bersama kami.
    Kami menyediakan WELCOME bonus sebesar 25 % lho dan
    Bonus harian sebesar Rp 10.000,-
    Syarat dan ketentuan berlaku

    Kami juga menyediakan free poin sebesar Rp 10.000 lho!!!
    silahakan kunjungi sukamodel.com ya untuk claim free point tersebut!!!
    Ayo tunggu apa lagi langung kunjungi website kami di
    SUKAHOKI88.COM

    Kami siap melayani 24 jam nonstop !!!

    BalasHapus