Selasa, 30 Desember 2008

BPTU Sapi Aceh Indrapuri: Ingin bangkit pasca-GAM dan Tsunami


Kedengarannya sangat aneh apabila BPTU (Balai Pembibitan Ternak Unggul) Sapi Aceh Indrapuri terkena terjangan tsunami di akhir Desember 2004 lalu karena lokasinya di lereng Pegunungan Bukit Barisan sekitar 30 km dari Banda Aceh. Tapi itulah yang terjadi dan hampir semua arsip yang dimilikinya ludes. Tragis memang nasib institusi milik pemerintah pusat di bawah naungan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan.

Ketika GAM (Gerakan Aceh Merdeka) masih beraksi di bumi serambi Mekkah, pada tanggal 24 Mei 2003 beberapa oknum GAM menyatroni BPTU dan membakar seluruh bangunan yang ada. Tidak ada gedung, fasilitas maupun dokumen yang tersimpan dapat diselamatkan. Sekitar 60 ekor sapi juga ikut diambil paksa. Pada bulan Juli 2003, kantor BPTU beserta seluruh pegawainya dipindahkan sementara ke Kantor Dinas Peternakan Propinsi Banda Aceh. Sejak saat itu, setiap hari para pegawai BPTU disediakan satu bis khusus antar-jemput ke Indrapuri dan Banda Aceh.

Setelah dilakukan renovasi sebagian bangunan gedungnya (terutama gedung utama) dan beberapa kandang sapi, direncanakan pada tanggal 15 Januari 2005 kantor BPTU Indrapuri diaktifkan lagi dan persiapan untuk pindah dari Banda Aceh ke lokasi asalnya telah dilakukan dengan matang. Namun, pada tanggal 24 Desember 2004 (sekitar tiga minggu sebelum hari kepindahan), tsunami juga ikut menerjang kantor Dinas Peternakan Propinsi Aceh yang lokasinya berjarak 4 km dari laut. Tidak ada selembar dokumen pun yang dapat diselamatkan dari bencana yang luar biasa dahsyatnya itu. Akhirnya, kembali aktifnya para personil BPTU di Indrapuri sekitar bulan Februari 2005 hanya dibekali kepedihan. Semua habis dan harus dimulai dari nol!.

Sejarah berdirinya BPTU.
Tadinya tanah dan lahan BPTU ini milik rakyat dan Koperasi Karet Indrapuri (Kopkari). Pada tahun 1972, oleh pemerintah daerah setempat, tanah tersebut dibebaskan yang kemudian dijadikan tempat berdirinya Sekolah Pengamat Kehewanan (SPK). Sampai tahun 2000, sekolah ini menerima lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) untuk dididik selama satu tahun. Namun setelah itu, hanya tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dapat diterima untuk dididik selama satu tahun. Karena berbagai alasan, sejak tahun 2004, waktu pendidikan bagi tamatan SMA diperpendek menjadi enam bulan. Di sekolah tersebut, semua murid dibebaskan dari biaya pendidikan dan itu menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Nangroe Aceh Darussalam. Dulunya, para alumninya yang rata-rata sebanyak 30 orang diberi modal usaha setelah menyelesaikan pendidikan.

Pada tahun 1978, SPK dipindahkan ke Kecamatan Saree Aceh Besar di Puncak Selawah (70 km dari Banda Aceh) yang lahan dan tanahnya cukup subur dan cocok untuk tempat pengembangan usaha peternakan. Kepindahan SPK ini diikuti dengan pendirian Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-HMT) Indrapuri berdasarkan SK Menteri Pertanian No.313/Kpts/VII/1978 tertanggal 19 Juli 1978. Lahan ini memang tidak subur dan tanahnya berbatu cadas sehingga perlu diolah dulu sebelum dimanfaatkan untuk tumbuh-kembangnya hijauan makanan ternak. Adanya tantangan alam inilah yang justru dijadikan salah satu alasan didirikannya BPT-HMT di sini. Bila kawasan ini menjadi hijau karena adanya ternak, maka peternakan akan dikembangkan di kawasan tersebut yang memang masih luas dan belum banyak termanfaatkan.

Bersama dengan BPT-HMT lainnya di seluruh Indonesia, nama BPT-HMT Indrapuri kemudian diubah menjadi BPTU Sapi Aceh Indrapuri pada tanggal 16 April 2002. Namun demikian kata ”Unggul” pada singkatan BPTU ini terasa membebani para pegawainya karena mereka merasa bahwa institusi ini masih memiliki banyak sekali keterbatasan akibat bencana manusia (GAM) dan bencana alam (Tsunami).

Fasilitas dan arah pengembangan ke depan.
Untuk mencapai lokasi BPTU ini tidak terlalu sulit. Dari Bandara Sultan Iskandar Muda, BPTU dapat dicapai dalam waktu sekitar 40 menit, menelusuri jalan raya Banda Aceh-Medan. Dari jalan raya tersebut (kira-kira pada km ke 30), masuk ke arah pegunungan Bukit Barisan sejauh sekitar 5 km. Di sebelah kiri-kanan jalan menuju lokasi BPTU, tampak hamparan luas berbatu cadas namun memiliki pemandangan yang cukup indah. Satu kilometer menuju lokasi BPTU, jalan tampak rusak parah dan terkesan tidak terurus.

BPTU ini memiliki lahan seluas 450 hektar yang dibatasi dengan pagar kawat berduri. Hanya 5 ha yang digunakan untuk perkantoran. Di dalam area tersebut terdapat 75 ha kebun rumput berserta lahan pembibitannya seperti rumput gajah, rumput bintang, lamtoro, stilosances, dan Brachiaria decumben. Sekitar 150 ha lahan lainnya dipetak-petak menjadi 30 peddock dan digunakan sebagai tempat penggembalaan sapi secara bergiliran. Disediakan juga tujuh unit kandang sapi yang secara keseluruhan menempati area 595 x 432 meter-persegi. Sumber air di lokasi tersebut cukup bagus. Sungai yang mengalirkan air juga melewati lokasi BPTU. Untuk memudahkan pola pengairan, dibuat pula bak penampung air berukuran 10 x 10 meter persegi. Dengan adanya beberapa fasilitas tersebut, diperkirakan daya tampung BPTU saat ini adalah 600 ekor sapi dewasa.

Sebelum berubah nama menjadi BPTU, institusi ini memiliki 300 ekor ternak sapi diantaranya sapi Brahman-cross, sapi Aceh (sapi lokal), sapi Brangus, sapi Sahiwal, dan sapi Simental, serta 600 ekor ternak domba ekor tipis. Saat ini seluruh domba dan semua sapi berkelamin jantan disumbangkan ke para korban tsunami. Yang tertinggal hanya 4 ekor sapi Aceh pejantan unggul yang dijaring dari masyarakat dan sekitar 210 ekor sapi betina yang sebagian besar adalah sapi Aceh.

Sesuai mandat yang diberikan oleh pemerintah, BPTU yang memiliki sekitar 70 pegawai ini diarahkan untuk menyediakan dan memproduksi, mengembangkan, serta memasarkan bibit unggul sapi Aceh. Sapi ini memang disukai masyarakat Aceh sejak dulu. Oleh karena itu, program grading up untuk dapat menghasilkan sapi Aceh murni dengan segala sifat dan karakter khasnya perlu diprioritaskan. Tampaknya, sumberdaya manusia yang memahami ilmu dan penerapan pemuliaan dan perbibitan mutlak ditingkatkan kualitasnya baik melalui pendidikan formal atau melalui berbagai pelatihan terstruktur. Terkait dengan mandat tersebut, instansi ini juga mulai mengajak Universitas Syah Kuala untuk bermitra dalam mengembangkan sapi Aceh ini ke depan. Muladno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar